Bisnis pangkas rambut di ruang ber-AC hingga di bawah pohon rindang

PT Solid Gold Berjangka –  Di tepi jalan kompleks permukiman Taman Surya, Jakarta Barat, sebuah kios dengan kaca bening dan spanduk besar berlambang gunting menarik perhatian setiap pengendara yang melintas. Spanduk itu bertuliskan, Lanang Barbershop VIP.
Saat masuk ke dalam kios, angin sejuk dari pendingin ruangan terasa berhembus. Beberapa pria langsung mempersilakan pengunjung untuk duduk di salah satu dari empat kursi besar berbahan kulit yang berdiri rapi berjajar. Penataan interior pangkas rambut itu terkesan dibuat modern dan bersih.
Jakub Nurtjahjono adalah pria di balik keberadaan kios Lanang Barbershop.
Bermula pada 2007 ketika rambutnya berantakan, namun harus menghadiri acara, sedangkan pangkas rambut di mall tutup dan kios cukur di pinggir jalan tidak nyaman, Jakub memutuskan membuka usaha Lanang Barbershop.
Warna-warni bisnis kecantikan rambut
Budaya perawatan tubuh tradisional Indonesia
Bisnis pemotretan pranikah yang menggiurkan
Setelah selama beberapa tahun merintis, kini terdapat lebih dari 100 kios Lanang yang tersebar di Jabodetabek. Lalu apa yang menjadi pembeda antara Lanang Barbershop dengan pangkas rambut konvensional?
Jakub mengatakan ada tiga hal yang menjadi pilar utama, yakni bersih, modern, dan vacuum cleaner.
Ya, saat sesi cukur berakhir, para pemangkas rambut di Lanang Barbershop akan menempelkan vacuum cleaner pada leher dan kepala pelanggan sehingga tiada sisa-sisa rambut yang menempel.
Image copyrightBBC INDONESIA
Image caption
Lanang Barbershop menggunakan vacuum cleaner untuk membersihkan sisa-sisa rambut sehabis cukur.
“Ini adalah keunikan kami. Dengan demikian ada image yang menempel di benak para pelanggan,” kata Jakub.
Pangsa pasar
Untuk bisnis waralaba pangkas rambut, Jakub menyediakan dua jenis paket waralaba.
“Lanang Reguler kami tawarkan investasi 75 juta di luar sewa tempat. Ada juga yang kedua, Lanang VIP, yaitu investasinya sekitar 95 juta. Yang membedakan adalah masalah pricing. Lanang dan Lanang VIP ini untuk family barbershop. Jadi market kami dari anak kecil sampai kakek-kakek.”
Image copyrightBBC INDONESIA
Image caption
Sebagian besar pelanggan Manhattan Barbershop adalah kaum muda yang menginginkan model rambut tertentu.
Berbeda dengan Lanang Barbershop yang mengincar segala usia, sejumlah kios pangkas rambut di Jakarta khusus didirikan untuk meladeni selera kaum muda berduit.
Manhattan Barbershop, misalnya. Terletak di kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan, kios ini mematok tarif Rp70 ribu rupiah sekali pangkas.
Manhattan Barbershop didirikan empat sekawan, Ferrialdo, Rizky Reynaldo, Aryo Bimo, dan Hafizh Ardhi sebagai proyek kuliah tiga tahun lalu. Dengan modal hingga Rp200 juta, mereka membuka kios tersebut untuk mengisi ceruk pasar yang belum tersentuh.
“Kenapa barbershop? Karena waktu itu kami melihat di sini di Jakarta, barbershop masih sedikit yang mewadahi model-model potong rambut yang up to date. Karena barbershop di Jakarta sebelumnya terkenal dengan kesan kaku, dan bapak-bapak yang datang ke sana,” ujar Aryo Bimo, salah seorang pemilik.
Aryo menyebutkan gaya rambut undercut, mohawk, dan pompadour sebagai tren masa kini yang antara lain dipopulerkan mantan pesepakbola David Beckham. Gaya rambut seperti itu, menurut Aryo, akan sulit dilakukan oleh pemangkas rambut konservatif.
Image copyrightBBC INDONESIA
Image caption
Dengan tarif Rp70 ribu sekali pangkas, Manhattan Barbershop mendapatkan omzet sebesar Rp40 juta -Rp50 juta per bulan.
Hal itulah yang dipenuhi Manhattan Barbershop. Dengan omzet sekitar Rp40-Rp50 juta per bulan, Aryo Bimo mengaku optimistis bisnis Manhattan Barbershop akan terus bertahan.
Eksistensi tukang cukur
Tatkala bisnis pangkas rambut modern semakin menggurita di Jakarta dan sekitarnya, apakah pangkas rambut pinggiran masih ada?
Berada di tepi jalan kawasan Menteng, Jakarta Pusat, yang rindang dengan pepohonan, saya menjumpai Pak Sofyan, pria berusia 68 tahun yang telah menekuni usaha cukur sejak era 1980-an awal.
Bermodal gunting dan sisir sederhana, serta cermin kecil yang dipaku di tembok rumah seseorang, Pak Sofyan mengaku tidak pernah belajar mencukur. Namun, pelanggannya beragam, mulai dari supir taksi, tukang sapu jalan, sampai pegawai kantoran.
Image copyrightBBC INDONESIA
Image caption
Pak Sofyan telah menjadi tukang cukur di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, sejak awal 1980-an.
Tarif jasa Pak Sofyan, sebenarnya Rp10.000.
“Namun, ada juga yang memberi Rp15.000 hingga Rp20.000. Tidak menentu,” ujarnya.
Pak Sofyan mengatakan usaha pangkas rambut pinggir jalan sepertinya sulit ditemui pada jaman sekarang.
“Bertahun-tahun lalu, ada seorang tukang cukur rambut pinggir jalan seperti saya di dekat sini. Tapi dia memutuskan berhenti karena sulit mencari pelanggan. Saya sendiri masih mencukur seperti ini karena juga ada usaha lain, jual bensin eceran,” kata Pak Sofyan.
Saat saya mewawancarai Pak Sofyan, dia sedang mencukur rambut Fudoli, seorang supir yang sudah menjadi langganan tetapnya. Dari Fudoli, saya mengetahui bahwa meski sudah sulit ditemukan, jasa cukur pinggir jalan seperti Pak Sofyan akan selalu memiliki pangsa pasar sendiri.
“Saya kenal Pak Sofyan sejak 1989. Sudah seperti saudara sendiri. Kalau saya lagi tidak punya uang, ‘Nanti ya, utang dulu’. Kalau ada rejeki, kita makan bersama. Satu piring berdua juga pernah,” kata Fudoli yang diiringi derai tawa.

Leave a comment